Saya Hampir Menyerah Menjadi Copywriter

Saat pekerjaan tidak berjalan sesuai dengan yang kita impikan.

Akhir-akhir ini saya sering menonton kembali sitkom Friends yang sekarang semua episodenya bisa ditonton di Netflix. Di salah satu episode berjudul “The One Where Chandler Can’t Remember Which Sister” ada satu adegan yang membuat saya teringat dengan masa di mana saya memulai karir sebagai seorang copywriter.

Adegan di mana Rachel sedang curhat kepada Monica di sebuah diner tempat Monica bekerja sebagai pelayan. Saat itu, Rachel yang sangat tertarik dengan dunia fashion, akhirnya gembira karena Ia diterima kerja di salah satu fashion retail dan bisa meninggalkan pekerjaan sebelumnya sebagai pelayan di Central Perk.

Namun apa yang terjadi, alih-alih Rachel mengerjakan hal yang berhubungan dengan fashion yang sesuai dengan passionnya, di tempat tersebut Ia malah mengerjakan hal yang remeh temeh seperti membuatkan kopi untuk bosnya, atau membereskan hanger pakaian agar terlihat lebih rapi. Rachel pun curhat kepada Monica: 

Well, Rachel adalah saya sekitar 20 tahun lalu saat saya memulai perjalanan karir saya sebagai copywriter di advertising agency. Kalau Rachel harus menyuguhkan kopi dan membereskan hanger pakaian, saya yang pada saat itu menangani klien sebuah brand retail ubin marmer, harus menyalin info puluhan produk ubin marmer dan granit yang mereka punya, beserta dengan kode produksi dan spesifikasinya. Jujur, pada saat itu saya pun membatin sambil merenungi nasib: “Emang kerjaan copywriter kayak gini ya?”

Saya yang memang kuliah di jurusan advertising dan diajar oleh dosen-dosen praktisi periklanan, ditambah dengan sering terekspos oleh buku-buku advertising award, setidaknya sudah punya gambaran tersendiri seperti apa dunia periklanan dan profesi seorang copywriter.

“Copywriter itu harusnya tugasnya brainstorming ide-ide keren, bikin campaign brand yang kreatif, menulis copy yang lucu dan catchy. Bukan malah menyalin detail dan deskripsi produk, bikin annual report atau menulis press release kayak gini” kira-kira, seperti itu lah ekspresi saya pada saat itu, di mana impian dan angan yang saya punya terbentur dengan realita yang ada.

Sudahi atau terus jalani? Well, pada akhirnya saya tetap berada di tempat tersebut selama kurang lebih dua tahun. Mengerjakan hal-hal yang menurut saya tidak ideal, sambil terus belajar dan menunggu datangnya kesempatan yang lebih besar.

Sekarang saat mengingat kembali momen tersebut, saya hanya bisa bersyukur bahwa pada saat itu saya tidak menyerah, dan bisa mengambil kesimpulan:

“Segala sesuatu bisa terjadi, pada saat kita memutuskan untuk tidak berhenti”

Akhirnya, kesempatan besar itu pun datang 7 tahun kemudian (lama juga ya hahaha) saat saya pindah ke salah satu agency multinasional terbaik pada saat itu. Di tempat itu lah, semua bayangan ideal tentang profesi seorang copywriter pelan-pelan mulai terpenuhi. Mulai dari menangani brand dan campaign-campaign besar, melahirkan ide-ide kreatif yang menarik, belajar dari orang-orang hebat di dunia komunikasi periklanan, hingga sangat beruntung bisa memenangkan berbagai macam award.

Buat kamu, yang sedang membaca tulisan ini, dan berada di posisi stuck di kerjaan dan profesi yang salah, tetap semangat dan jangan menyerah. Tetap jalani apa yang ada saat ini, sambil terus memelihara mimpi dan pelan-pelan dekatkan dirimu dengan mimpi tersebut.

Kalau di konteks dunia kreatif atau komunikasi misalnya, mulai lah dengan menyusun portfolio untuk menunjukkan kapabilitas diri kamu. Dan, portfolio itu tidak harus kerjaan yang sudah kamu kerjakan (client works) lho, apa lagi kalau kamu memang baru mulai dan belum mempunyai pengalaman.

Kamu bisa membuat study case dan campaign ala kamu sendiri, misalnya dengan mengikuti beberapa langkah berikut:

  1. Pilih brand sebuah produk atau jasa yang kamu familiar. Contoh: Kopi Susu Keluarga Familymart

  2. Bikin strategi komunikasinya. Sesimpel: apa yang ingin dikomunikasikan lalu copywritingnya seperti apa. Contoh, Komunikasinya: Kopi Susu Keluarga Familymart enak dan murah. Copywritingnya: Kopinya strong, Gak Bikin Kantong Kosong

  3. Visualkan ide komunikasi tersebut dalam bentuk layout. Bikin di Canva, Adobe express, Figma atau software-software lainnya.

  4. Bikin eksekusi media lainnya, misalnya: sebuah cerita TVC, script radio dan lain-lain.

  5. Ulangi dan latihan dengan berbagai macam brand yang lain.

Thank you for reading Suka Nulisletter. This post is public so feel free to share it.

Satu hal yang patut disyukuri di era digital seperti ini adalah kemudahan untuk memvisualkan ide serta mempresentasikannya. Kamu bisa dengan mudah membuat konten untuk melatih skill kreatif dan menguploadnya ke sosial media untuk membuat portfolio kamu. Belum lagi kemudahan untuk mengakses banyak referensi yang bisa kamu jadikan sebagai inspirasi.  Manfaatkan itu semua untuk berada sedekat mungkin dengan mimpimu, apa pun itu.

Cerita di atas mungkin konteksnya lebih ke dunia kreatif dan komunikasi, sesuai dengan background saya yang memang bergelut di dunia tersebut, namun mudah-mudahan bisa diterapkan juga di konteks yang lain.

Semangat terus, jangan menyerah. Mudah-mudahan hal baik yang kamu impikan dan cita-citakan dapat segera terwujud.

Demikian edisi Suka Nulisletter kali ini. Silahkan reply post ini dengan ceritamu, atau balas email yang masuk ke inboxmu apabila ingin lebih private.

Sampai nanti,-tira-